Serba - Serbi

Punden Nyi Wonopolo, Jejak Penyebar Islam di Desa Pulutan

27
×

Punden Nyi Wonopolo, Jejak Penyebar Islam di Desa Pulutan

Sebarkan artikel ini

 

SeputarDesa.com, Grobogan – Di Desa Pulutan, Kecamatan Penawangan, Kabupaten Grobogan, terdapat sebuah punden yang memiliki nilai sejarah dan kearifan lokal yang masih dijaga hingga kini. Punden tersebut dikenal dengan nama Punden Nyi Wonopolo, yang letaknya berdampingan dengan pemakaman umum desa setempat.

Menurut kisah yang diwariskan secara turun-temurun, Punden Nyi Wonopolo merupakan petilasan dari seorang tokoh penyebar agama Islam pertama di Desa Pulutan. Keberadaannya tidak hanya menjadi penanda sejarah masuknya Islam di kawasan tersebut, tetapi juga menjadi bagian penting dari tradisi dan kehidupan masyarakat desa.

Hingga saat ini, warga Desa Pulutan masih menjunjung tinggi tradisi untuk berziarah dan menghormati punden tersebut. Terutama ketika ada warga yang akan melangsungkan walimatul ursy (pernikahan), biasanya mereka datang terlebih dahulu untuk sungkem atau menghaturkan doa di Punden Nyi Wonopolo. Tradisi ini dipercaya sebagai bentuk penghormatan sekaligus permohonan restu agar hajat berjalan lancar.

Selain itu, ada pula tradisi “manganan” atau tasyakuran berupa doa bersama dan makan bersama di sekitar punden. Manganan biasanya dilakukan setelah seseorang berhasil mencapai hajat atau cita-cita tertentu. Kegiatan ini tidak hanya diikuti warga Desa Pulutan, tetapi juga masyarakat dari luar desa yang merasa memiliki nazar (janji) atau keinginan yang sudah terkabul.

Acara manganan di Punden Nyi Wonopolo selalu ramai dihadiri berbagai kalangan, mulai dari anak-anak, ibu-ibu, hingga bapak-bapak. Suasananya penuh dengan kebersamaan dan kekeluargaan. Menariknya, kegiatan ini hampir tidak pernah sepi, terutama pada hari Kamis dan Jumat yang dianggap memiliki keberkahan tersendiri.

Bagi masyarakat Desa Pulutan, Punden Nyi Wonopolo bukan sekadar tempat bersejarah, melainkan juga simbol spiritual, budaya, dan kebersamaan. Tradisi yang terus hidup ini menjadi cerminan bagaimana masyarakat Jawa, khususnya di Grobogan, menjaga harmoni antara nilai religius, budaya lokal, dan rasa syukur dalam kehidupan sehari-hari.(**) 

Pewarta : Solichin 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *