SeputarDesa.com, Bandar Lampung — Dunia proyek di Kota Bandar Lampung kini berguncang. Bisik-bisik soal “gak setor gak dapat” dan “kocok bekem” kian santer terdengar di telinga para kontraktor. Bukan sekadar kabar warung kopi isunya menohok langsung ke jantung Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Bandar Lampung, lembaga yang kini jadi sorotan karena dugaan praktik bagi-bagi proyek beraroma setoran.
Kekecewaan publik terhadap kebijakan Wali Kota Eva Dwiana soal hibah Rp60 miliar untuk pembangunan kantor Kejati Lampung belum reda, kini muncul gelombang baru ketidakpuasan dari kalangan kontraktor. Banyak yang merasa tersingkir dari pembagian proyek, sementara mereka yang “dekat” dengan pejabat justru diguyur pekerjaan tanpa proses yang transparan.
Isu ini meledak di forum diskusi publik Ngopi Pai di Bandar Lampung, Selasa (4/11/2025). Aktivis sosial dan penggiat media sosial Junaidi Farhan, alias Bang Jun, menuding praktik setoran di proyek-proyek pemerintah daerah sudah menjadi tradisi kotor yang dibiarkan berlarut-larut.
“Sudah seperti rahasia umum siapa setor, dia yang dapat. Siapa nggak mau setor, minggir. Ini penyakit lama yang terus dipelihara. Kalau kontraktor mau bersih, harus berani buka suara,” tegas Bang Jun, Direktur Eksekutif LSM InfoSOS Indonesia.
Ia menyebut praktik “setor proyek” itu seperti buang angin: “bau tercium kuat, tapi tak pernah ada bukti yang mau ditunjukkan karena semua takut.”
Lebih jauh, Bang Jun menyoroti kaburnya pengawasan proyek Penunjukan Langsung (PL) di bawah Rp200 juta yang banyak ditemukan di lapangan.
“Kita sering lihat jalan baru diaspal, tapi kualitasnya amburadul. Pengawas gak pernah nongol, yang kerja cuma mandor yang gak ngerti spek teknis. Aspalnya tipis banget kalah sama bedak wajah,” sindirnya tajam.

Sementara itu, Noverwan, aktivis senior Forum Lintas LSM Pembangunan, menuding kepemimpinan Kadis PU Dedi Sutiyoso sebagai biang keterpurukan tata kelola proyek di Bandar Lampung.
“Kadis itu jarang ngantor. Katanya punya markas khusus tempat kumpul bareng rekanan yang sudah disiapkan dapat proyek. Yang lain? Cuma penonton,” ungkapnya dengan nada geram.

Upaya konfirmasi wartawan terhadap Kepala Dinas dan pejabat PU Kota Bandar Lampung nihil hasil. Semua pesan WhatsApp hanya berakhir centang satu atau tak direspons sama sekali.
Publik kini menunggu langkah berani aparat hukum dan lembaga pengawas. Jika benar praktik “gak setor gak dapat” dan “kocok bekem” merajalela, maka Dinas PU Bandar Lampung bukan sekadar bobrok tapi sudah membusuk.
Dan selama “uang pelicin” masih menjadi syarat utama untuk mendapatkan proyek, jangan harap pembangunan di Kota Tapis Berseri akan bersih, adil, dan berpihak pada rakyat.












