SeputarDesa.com, Purworejo – Tindakan Camat Banyuurip, Galuh Bakti Pertiwi, yang mengusir sejumlah wartawan dari ruang Musyawarah Desa (Musdes) di Desa Bajangrejo, Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Selasa (4/11/2025), menuai kecaman keras. Langkah tersebut dinilai sebagai bentuk arogansi kekuasaan sekaligus pelanggaran terhadap kebebasan pers dan prinsip keterbukaan informasi publik.
Peristiwa bermula ketika sejumlah wartawan hadir meliput jalannya Musdes yang dihadiri perangkat desa, BPD, dan tokoh masyarakat. Namun belum lama acara dimulai, seorang petugas mendatangi jurnalis dan menyampaikan pesan dari Camat agar wartawan keluar dari ruangan.
“Mohon maaf, saya cuma menyampaikan dari Bu Camat, wartawan disuruh keluar. Nanti setelah acara selesai bisa wawancara,” ujar petugas tersebut..
Ketua DPP POSBAKUMDES: “Ini Arogansi Kekuasaan yang Tidak Bisa Ditoleransi”
Ketua Dewan Pimpinan Pusat POSBAKUMDES (Posko Bantuan Hukum Membangun Desa), Zainul Arifin, mengecam keras tindakan tersebut. Menurutnya, apa yang dilakukan Camat Banyuurip merupakan tindakan melawan hukum dan mencederai prinsip demokrasi serta kebebasan pers di tingkat akar rumput.
“Kami di DPP POSBAKUMDES mengecam keras tindakan Camat Banyuurip. Ini bentuk arogansi kekuasaan yang jelas-jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” tegas Zainul Arifin di Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Zainul menegaskan, Musyawarah Desa adalah forum publik, karena membahas kebijakan dan penggunaan dana desa yang bersumber dari anggaran negara.
“Melarang wartawan meliput berarti menutup akses informasi publik. Itu bukan sekadar tindakan tidak etis, tapi pelanggaran hukum yang bisa dijerat pidana,” ujarnya.
Pelanggaran Terhadap UU Pers dan UU KIP
Menurut Zainul, tindakan Camat Banyuurip jelas melanggar Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menegaskan bahwa pers berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi. Selain itu, Pasal 18 ayat (1) UU yang sama menegaskan bahwa siapa pun yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi kerja pers dapat dipidana hingga dua tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta.
Tidak hanya itu, tindakan Camat juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Pasal 2 ayat (1) UU KIP menyebutkan bahwa “Setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik.”
Sementara Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dalam Pasal 54 ayat (1) menyatakan bahwa Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang melibatkan pemerintah desa, BPD, dan unsur masyarakat desa, yang berarti forum ini bersifat terbuka, bukan rahasia.
“Kalau forum publik seperti Musdes ditutup dari pantauan wartawan, publik berhak curiga ada hal yang disembunyikan,” tambah Zainul.
Desakan Evaluasi dan Penegakan Hukum
DPP POSBAKUMDES mendesak Bupati Purworejo, Inspektorat Daerah untuk turun tangan memeriksa dan mengevaluasi tindakan Camat Banyuurip.
“Pejabat publik seharusnya menjadi teladan transparansi, bukan menakuti dan mengusir wartawan. Jika sikap seperti ini dibiarkan, maka pemerintahan desa bisa kehilangan akuntabilitas,” ujar Zainul.
Ia juga menyerukan agar organisasi profesi wartawan ikut mengawal kasus ini sebagai bentuk pembelaan terhadap kebebasan pers di tingkat lokal.
Publik Berhak Tahu
Hingga berita ini diterbitkan, Camat Banyuurip Galuh Bakti Pertiwi belum memberikan tanggapan resmi. Publik kini menunggu klarifikasi terbuka dari pihak Kecamatan dan Pemerintah Kabupaten Purworejo.
“Pers bekerja untuk rakyat, bukan untuk tunduk pada kekuasaan. Mengusir wartawan dari ruang publik sama saja menutup mata terhadap akuntabilitas,” pungkas Zainul Arifin, Ketua DPP POSBAKUMDES (Posko Bantuan Hukum Membangun Desa).












